Surat An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat terpanjang dalam Al-Qur'an dan kaya akan berbagai ajaran serta tuntunan hidup bagi umat Islam. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, Surat An-Nisa ayat 100 memiliki kedudukan penting dalam memberikan pencerahan mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT, terutama dalam konteks hijrah dan perjuangan di jalan-Nya. Ayat ini seringkali menjadi sumber motivasi dan pengingat bagi kaum Muslimin untuk senantiasa menjaga niat dan keikhlasan dalam setiap langkah pengabdian kepada Tuhan.
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكُهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
"Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan menemukan di bumi ini tempat pengungsian yang luas dan rezeki yang banyak. Dan barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat tujuan), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat 100 dari Surat An-Nisa ini menggarisbawahi betapa besar nilai dan pahala dari sebuah hijrah yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT. Kata "hijrah" dalam konteks ayat ini tidak hanya merujuk pada perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga mencakup perpindahan spiritual dari keburukan menuju kebaikan, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dan dari keraguan menuju keyakinan yang teguh.
Konteks historis ayat ini berkaitan dengan kondisi umat Islam di Makkah yang menghadapi tekanan dan ancaman dari kaum kafir Quraisy. Hijrah ke Madinah menjadi sebuah keharusan untuk menyelamatkan diri dan membangun kekuatan Islam. Namun, makna hijrah diperluas oleh ayat ini menjadi sebuah konsep universal yang berlaku kapan saja dan di mana saja. Siapa pun yang meninggalkan kebiasaan buruk, meninggalkan lingkungan yang tidak kondusif bagi keimanannya, atau meninggalkan segala sesuatu yang menghalanginya dalam beribadah dan berjuang di jalan Allah, maka ia telah melakukan hijrah.
Allah menjanjikan dua balasan utama bagi mereka yang berhijrah di jalan-Nya: "tempat pengungsian yang luas" dan "rezeki yang banyak". "Tempat pengungsian yang luas" dapat diartikan sebagai keamanan, kedamaian, dan kebebasan untuk menjalankan ajaran agama tanpa hambatan. Ini bisa berupa perlindungan dari musuh, lingkungan yang mendukung untuk beribadah, atau bahkan ketenangan batin. Sementara itu, "rezeki yang banyak" mencakup segala bentuk karunia, baik materiil maupun spiritual. Rezeki ini bukan hanya soal kekayaan duniawi, tetapi juga keberkahan dalam hidup, kemudahan dalam urusan, dan ketenangan jiwa yang melimpah.
Hal yang sangat penting ditekankan dalam ayat ini adalah niat di balik hijrah. Ayat ini secara eksplisit menyatakan, "Dan barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya...". Ini menegaskan bahwa motivasi utama haruslah ketundukan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika niat sudah benar, Allah menjamin pahalanya, bahkan jika seorang hamba belum sempat menyelesaikan hijrahnya karena menemui ajal.
Frasa "...kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat tujuan), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah." adalah sebuah jaminan luar biasa dari Allah SWT. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menilai hasil akhir dari sebuah perjuangan, tetapi juga melihat ketulusan niat dan usaha yang telah dicurahkan oleh hamba-Nya. Bagi mereka yang telah mempersiapkan diri, mengambil langkah, dan bertekad kuat untuk berhijrah demi Allah, namun ajal menjemput di tengah jalan, pahalanya tetap utuh dan terjamin di sisi Allah. Hal ini memberikan ketenangan dan dorongan semangat yang tak terhingga, karena setiap langkah yang diniatkan karena Allah akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Ayat ini ditutup dengan penegasan sifat Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang: "Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.". Sifat ini memberikan harapan bagi setiap hamba yang mungkin memiliki kekurangan atau kesalahan dalam perjalanan hijrahnya. Allah Maha Penyayang akan menerima taubat, memaafkan kelalaian, dan menyempurnakan pahala bagi mereka yang sungguh-sungguh berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Kasih sayang-Nya mencakup seluruh hamba-Nya, terutama yang berjuang keras di jalan-Nya.
Meskipun ayat ini memiliki latar belakang sejarah, makna hijrahnya tetap relevan hingga kini. Dalam kehidupan modern, hijrah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk:
Surat An-Nisa ayat 100 menjadi pengingat yang sangat kuat bahwa Allah SWT melihat dan menghargai setiap usaha yang dilakukan hamba-Nya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan keikhlasan hati dan keteguhan tekad, setiap langkah hijrah kita akan membawa keberkahan, kedamaian, dan pahala yang berlimpah di sisi-Nya. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak takut dalam mengambil langkah perubahan demi meraih keridhaan Allah, karena di situlah letak kebahagiaan sejati dan kesuksesan abadi.