Dalam samudra ajaran Islam, shalat menempati posisi sentral sebagai tiang agama dan sarana komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Sang Pencipta. Di antara sekian banyak ayat Al-Qur'an yang menjelaskan hakikat dan pentingnya shalat, Surat An Nisa ayat 103 memiliki makna yang mendalam, khususnya terkait dengan cara kita menunaikan ibadah yang agung ini. Ayat ini membimbing umat Islam untuk senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan, terutama saat sedang mendirikan shalat, agar shalat yang dilakukan benar-benar mencapai tujuan khusyuk dan kekhusyukan spiritual.
Ayat ini mengandung beberapa pesan penting yang perlu direnungkan oleh setiap Muslim. Pertama, ia menekankan pentingnya zikir (mengingat Allah) dalam setiap kondisi. Frasa "sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring" menunjukkan bahwa kesadaran akan kebesaran Allah seharusnya tidak terbatas pada waktu-waktu tertentu, melainkan menyertai seorang mukmin sepanjang hidupnya. Namun, konteks ayat ini secara spesifik muncul setelah penyebutan shalat, yang mengindikasikan bahwa fokus utamanya adalah bagaimana menjaga semangat spiritual yang diperoleh dari shalat tersebut.
Secara historis, ayat ini turun pada masa ketika kaum Muslimin mengalami ketakutan dan peperangan, di mana pelaksanaan shalat terkadang terpaksa dilakukan dalam kondisi yang tidak ideal. Meskipun demikian, Allah memerintahkan untuk tetap mendirikan shalat sebisa mungkin. Poin krusialnya adalah kalimat "apabila kamu sudah merasa aman, dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa)". Ini mengisyaratkan bahwa ketika kondisi memungkinkan, shalat harus dilaksanakan dengan sempurna, lengkap dengan kekhusyukan.
Khusyuk adalah inti dari shalat yang diterima. Ia bukan sekadar gerakan fisik, melainkan penghayatan batin yang mendalam, di mana hati dan pikiran seorang hamba sepenuhnya tertuju kepada Allah. Surat An Nisa ayat 103 mengingatkan kita bahwa setelah menunaikan shalat, hendaknya semangat dan kesadaran akan kehadiran Allah terus terjaga. Zikir di luar shalat adalah manifestasi dari kedekatan yang telah terjalin dalam shalat itu sendiri. Jika seorang hamba mampu mengingat Allah dalam berbagai kondisi, kemungkinan besar shalatnya akan lebih khusyuk karena ia telah terbiasa berkomunikasi dengan-Nya.
Para ulama menafsirkan ayat ini sebagai perintah untuk senantiasa menjaga shalat pada waktunya, bahkan dalam kondisi genting sekalipun. Namun, ketika ketakutan telah berlalu dan keamanan telah kembali, maka shalat harus dilaksanakan dengan cara yang lebih sempurna, yaitu dengan khusyuk. Ini berarti mengosongkan hati dari urusan duniawi, memfokuskan pikiran pada ayat-ayat yang dibaca, serta merasakan kedekatan dan keagungan Allah.
Lebih lanjut, ayat ini juga menegaskan kembali bahwa shalat adalah kewajiban yang memiliki waktu-waktu tertentu. Frasa "kewajiban yang waktunya telah ditentukan" (كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا) menekankan betapa pentingnya menjaga ketepatan waktu dalam shalat. Melaksanakan shalat tepat pada waktunya adalah salah satu bentuk ketaatan dan penghormatan kita kepada perintah Allah.
Menjaga shalat pada waktunya juga berkontribusi pada tercapainya khusyuk. Ketika seorang mukmin terbiasa mempersiapkan diri secara mental dan fisik sebelum waktu shalat tiba, ia akan lebih mudah untuk fokus dan khusyuk saat beribadah. Keterlambatan atau bahkan kelalaian dalam menunaikan shalat pada waktunya dapat mengurangi kekhusyukan dan mengurangi keberkahan dari ibadah tersebut.
Memahami Surat An Nisa ayat 103 secara mendalam memberikan kita panduan praktis untuk meningkatkan kualitas shalat kita. Ini bukan hanya tentang gerakan dan bacaan, tetapi tentang koneksi batin yang tulus. Dengan senantiasa mengingat Allah dalam setiap aspek kehidupan dan menjaga shalat pada waktunya dengan penuh penghayatan, kita dapat meraih kedamaian spiritual yang dijanjikan oleh ibadah shalat.
Shalat bukanlah beban, melainkan anugerah. Khusyuk dalam shalat adalah jembatan menuju ketenangan hati dan kedekatan dengan Sang Illahi.
Oleh karena itu, marilah kita jadikan Surat An Nisa ayat 103 sebagai pengingat abadi. Setelah selesai shalat, jangan biarkan kesadaran akan Allah memudar. Teruslah berzikir, merenungi kebesaran-Nya, dan persiapkan diri untuk shalat berikutnya dengan semangat yang baru. Dengan konsistensi inilah, shalat akan benar-benar menjadi sumber ketenangan, kekuatan, dan kedamaian dalam menjalani kehidupan sehari-hari.