Simbol keseimbangan dan keadilan
Dalam Al-Qur'an, banyak ayat yang mengajarkan kita tentang pentingnya berbagi, berinfak, dan menjauhi sifat tercela seperti kekikiran. Salah satu ayat yang secara gamblang menggambarkan bahaya sifat ini adalah Surat An Nisa ayat 38. Ayat ini memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang enggan mengeluarkan hartanya di jalan Allah dan hanya mementingkan diri sendiri. Memahami makna mendalam dari ayat ini dapat membantu kita merefleksikan diri dan memperbaiki hubungan kita dengan harta serta sesama.
وَالَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ وَمَنْ يَّكُنِ الشَّيْطٰنُ لَهٗ قَرِيْنًا فَسَاۤءَ قَرِيْنًا
"Dan (juga) orang-orang yang menginfakkan hartanya karena ria (ingin dipuji) kepada manusia, dan mereka tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhir. Barang siapa menjadikan setan sebagai temannya, maka itu adalah teman yang sangat buruk."
Ayat ini secara spesifik menyoroti dua jenis perilaku yang sangat tidak disukai Allah: pertama, menginfakkan harta bukan karena ketulusan, melainkan karena ingin dilihat dan dipuji orang lain (riya'). Kedua, orang yang memiliki sifat kekikiran dan tidak mau berinfak sama sekali, karena memang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir.
Poin pertama, riya', menunjukkan bahwa niat yang salah dalam beribadah atau beramal akan menggugurkan pahala. Islam mengajarkan bahwa setiap amal perbuatan harus didasari oleh keikhlasan semata-mata karena Allah. Ketika seseorang berinfak hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia, ia sebenarnya telah menyalahgunakan nikmat harta yang diberikan Allah. Ia tidak mengharapkan balasan dari-Nya, melainkan dari sesama manusia yang justru bersifat sementara dan tidak pasti.
Poin kedua yang lebih menohok adalah gambaran orang yang kikir. Ayat ini menyiratkan bahwa kekikiran sering kali berakar dari kelemahan iman. Orang yang benar-benar yakin akan kekuasaan Allah, balasan-Nya di dunia dan akhirat, serta pahala dari amalan jariyah, tidak akan tega menahan hartanya untuk kebaikan. Mereka tahu bahwa harta adalah titipan dan akan diminta pertanggungjawabannya. Kekikiran adalah penolakan terhadap perintah Allah untuk berbagi dan menolong sesama, yang merupakan manifestasi dari keimanan yang lemah atau bahkan ketiadaan iman.
Bagian akhir ayat ini memberikan analogi yang sangat kuat: "Barang siapa menjadikan setan sebagai temannya, maka itu adalah teman yang sangat buruk." Ayat ini mengaitkan perilaku enggan berinfak dan riya' dengan pertemanan dengan setan. Setan adalah musuh abadi manusia yang senantiasa membisikkan keburukan, mendorong pada kemaksiatan, dan menjauhkan diri dari kebaikan.
Orang yang kikir atau berinfak karena riya' adalah mereka yang telah membuka pintu hatinya untuk bisikan setan. Setan akan membisikkan keraguan akan keutamaan berinfak, rasa sayang yang berlebihan terhadap harta, atau keinginan untuk mendapatkan status sosial melalui pamer harta. Pertemanan dengan setan tentu saja membawa konsekuensi yang sangat merugikan. Setan tidak akan pernah memberikan kebaikan, melainkan hanya akan menyesatkan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam jurang kesesatan dan kerugian, baik di dunia maupun di akhirat.
Ketika seseorang lebih memilih menuruti bisikan setan yang membuatnya enggan berbagi, maka ia telah memilih teman yang sangat buruk. Teman yang akan menjauhkannya dari rahmat Allah, menumbuhkan keserakahan, dan menghalanginya meraih kebahagiaan hakiki. Sebaliknya, orang yang melawan bisikan setan dan memilih untuk berinfak dengan ikhlas akan mendapatkan keberkahan, ketenangan jiwa, dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Surat An Nisa ayat 38 memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Pertama, pentingnya menjaga niat dalam setiap perbuatan, terutama dalam beribadah dan beramal. Keikhlasan adalah kunci utama agar amal kita diterima oleh Allah. Kedua, ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa menumbuhkan rasa syukur dan kesadaran bahwa harta adalah titipan Allah. Kita tidak boleh bersikap kikir, karena itu adalah tanda kelemahan iman dan membuka pintu bagi godaan setan.
Menginfakkan harta di jalan Allah bukan berarti mengurangi kekayaan kita. Sebaliknya, ia adalah sarana untuk membersihkan harta, mendatangkan keberkahan, dan menolong sesama yang membutuhkan. Dengan berbagi, kita telah menyelamatkan diri dari sifat tercela dan meraih cinta serta ridha Allah. Memilih untuk menjauhi sifat kikir dan riya', serta mendekatkan diri kepada Allah dengan berinfak secara ikhlas, adalah investasi terbaik yang akan membawa kebaikan abadi.