Ilustrasi Pesan Kebenaran
Fungsi Al-Qur'an dalam Surah An-Nahl Ayat 44
Surah An-Nahl (Lebah) adalah salah satu surah Makkiyah yang kaya akan hikmah dan penegasan terhadap risalah kenabian Muhammad SAW. Di antara ayat-ayat yang sangat penting dalam menjelaskan fungsi wahyu ilahi adalah ayat ke-44, yaitu An-Nahl ayat 44. Ayat ini secara tegas menggarisbawahi misi utama diturunkannya Al-Qur'an kepada Rasulullah SAW.
"Dengan keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab (yang diturunkan); dan Kami turunkan kepadamu (wahai Muhammad) Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar mereka memikirkan(nya)."
Ayat ini memberikan dua fungsi fundamental dari Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Pertama, sebagai alat penjelas atau pembimbing (bayan), dan kedua, sebagai sarana pendorong untuk berpikir dan merenung (tadabbur).
1. Al-Qur'an Sebagai Penjelas (Bayan)
Fungsi pertama yang ditekankan adalah bahwa Al-Qur'an diturunkan "agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka." Kata "menerangkan" (biasanya diterjemahkan dari akar kata yang berarti penjelasan atau perincian) menunjukkan peran Rasulullah SAW sebagai juru bicara dan penerjemah wahyu. Sebelum Islam datang, banyak aspek kehidupan manusia—termasuk ritual keagamaan, etika sosial, dan konsep ketuhanan—bercampur dengan takhayul atau tradisi nenek moyang yang tidak jelas dasarnya. Al-Qur'an hadir untuk memisahkan mana yang hak dan mana yang batil.
Nabi Muhammad SAW, melalui perkataan dan perbuatannya (Sunnah), bertugas menjelaskan ayat-ayat yang bersifat umum dalam Al-Qur'an menjadi panduan hidup yang praktis. Misalnya, ayat perintah shalat dan puasa memerlukan penjelasan rinci mengenai tata cara pelaksanaannya, yang semuanya bersumber dari wahyu yang dijelaskan oleh Nabi. Tanpa penjelasan ini, wahyu akan sulit dipahami dan diamalkan secara seragam oleh umat.
2. Al-Qur'an Sebagai Pendorong Pemikiran (Tadabbur)
Fungsi kedua, yang tidak kalah penting, adalah perintah agar manusia "memikirkan(nya)". Ini menuntut respons aktif dari akal dan hati penerima risalah. Allah tidak hanya memberikan kebenaran secara dogmatis, tetapi juga menyediakan materi yang mendorong dialog internal dan refleksi mendalam. Ayat ini secara implisit menolak sikap taklid buta atau penerimaan wahyu tanpa perenungan.
Pemikiran yang didorong oleh Al-Qur'an mencakup beberapa tingkatan. Pertama, memikirkan kebenaran tauhid yang dibawa oleh Nabi. Kedua, merenungi ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda alam) yang disebutkan dalam Al-Qur'an, seperti penciptaan langit, bumi, dan proses kehidupan. Ketiga, memikirkan konsekuensi dari amal perbuatan, yaitu hari perhitungan (akhirat).
Perintah untuk berpikir ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang rasional dan mengajak umatnya menggunakan karunia akal yang diberikan Allah. Ketika seseorang memikirkan pesan-pesan ini, keimanan akan tumbuh menjadi keyakinan yang kokoh, bukan sekadar ikut-ikutan.
Konteks Penurunan Ayat
An-Nahl ayat 44 diturunkan dalam konteks ketika umat Islam di Makkah sedang menghadapi tantangan besar dari kaum musyrikin yang menolak keras ajaran Islam. Ayat ini berfungsi ganda: ia menguatkan posisi Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah yang sah yang dibekali wahyu yang jelas (Al-Qur'an), sekaligus memberikan tantangan balik kepada penolak risalah untuk merenungkan kebenaran yang dibawanya.
Meskipun diturunkan dalam konteks spesifik tersebut, relevansi ayat ini bersifat universal dan abadi. Sepanjang zaman, Al-Qur'an tetap menjadi sumber penjelasan (huda) dan ajakan untuk menggunakan akal (tadabbur). Para ulama dan cendekiawan Islam terus dituntut untuk memahami dan menjelaskan kembali kedalaman ajaran Al-Qur'an agar relevan dengan tantangan zaman, sambil terus mengajak umat agar tidak berhenti merenungkan keagungan pencipta melalui firman-Nya.
Kesimpulannya, An-Nahl ayat 44 menegaskan bahwa Al-Qur'an bukan sekadar teks bacaan ritual semata, melainkan kitab petunjuk yang wajib dijelaskan oleh Rasul dan wajib direnungkan oleh setiap individu yang beriman untuk mencapai pemahaman yang utuh tentang tujuan hidup dan kehendak Ilahi.