Surat An Nahl, yang berarti "Lebah", adalah surat Makkiyah yang kaya akan bukti-bukti keesaan Allah SWT (tauhid) melalui pengamatan terhadap alam semesta. Ayat kelima dari surat ini secara spesifik menyoroti salah satu nikmat terbesar yang dianugerahkan kepada manusia: penyediaan hewan ternak. Dalam konteks sejarah manusia pra-modern, ternak—seperti unta, sapi, domba, dan kambing—bukan hanya sumber makanan, melainkan juga motor penggerak peradaban, alat transportasi, dan penanda status sosial.
Allah SWT menegaskan bahwa penciptaan hewan ternak ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan sebuah tindakan terencana yang didasari oleh tujuan mulia, yaitu kemanfaatan bagi manusia. Frasa "telah Dia ciptakan untukmu" menunjukkan bahwa keberadaan mereka terikat erat dengan kebutuhan eksistensial dan kemudahan hidup umat manusia di muka bumi.
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan tiga kategori manfaat utama dari hewan ternak, yang menunjukkan keluasan rahmat Ilahi:
Dalam ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (An Nahl 3-4), Allah SWT berbicara tentang penciptaan langit dan bumi dengan hak (kebenaran dan keteraturan). Penyebutan hewan ternak setelah itu berfungsi sebagai transisi dari skala kosmik ke skala kehidupan sehari-hari manusia. Ini mengajarkan bahwa keteraturan dan tujuan tidak hanya ada di bintang-bintang, tetapi juga dalam makhluk hidup yang paling dekat dengan kita.
Pengelolaan hewan ternak yang baik, yang diatur dalam syariat Islam (misalnya, larangan menyembelih hewan secara menyiksa atau tidak memberi makan yang layak), adalah bentuk syukur atas nikmat ini. Ketika manusia menggunakan anugerah ini dengan bertanggung jawab, itu menjadi bentuk ibadah. Sebaliknya, pemborosan atau penyalahgunaan sumber daya alam ini adalah pengingkaran terhadap hikmah penciptaan.
An Nahl ayat 5 bukan sekadar daftar inventaris sumber daya alam, melainkan sebuah undangan untuk merenung. Hewan yang jinak dan tunduk, yang diciptakan dengan kemampuan menghasilkan susu, daging, dan tenaga, merupakan manifestasi dari kasih sayang Allah yang tidak pernah putus. Bagi seorang Muslim, melihat seekor sapi di padang rumput atau menikmati seteguk susu segar seharusnya mengingatkan pada keagungan Sang Pencipta.
Sebagai penutup, ayat ini menegaskan bahwa kenikmatan yang kita rasakan setiap hari, mulai dari makanan pokok hingga sarana penunjang kehidupan, berasal dari sumber yang satu: Allah SWT. Oleh karena itu, kesadaran akan nikmat ini harus mendorong peningkatan rasa syukur (syukur) dan ketaatan, karena setiap manfaat yang kita peroleh adalah amanah yang harus dikelola dengan baik di dunia ini, sebagai persiapan untuk kehidupan akhirat yang kekal.