Surah An-Nisa, yang berarti "Wanita," merupakan salah satu surah Madaniyah yang kaya akan ajaran. Di antara ayat-ayatnya yang fundamental, rentang ayat 126 hingga 135 menawarkan pelajaran mendalam tentang kekuasaan Allah, keluasan rahmat-Nya, serta bagaimana keimanan diuji dalam kehidupan duniawi. Ayat-ayat ini secara komprehensif membahas hak-hak, tanggung jawab, dan hakikat hubungan manusia dengan Allah, serta sesama.
Pada intinya, ayat-ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah. Dia Maha Mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Penegasan ini menjadi fondasi penting dalam memahami konsep tawakal dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta. Di ayat 126, Allah berfirman, "Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." Pernyataan ini bukan sekadar pengakuan atas kedaulatan Ilahi, melainkan juga sumber ketenangan bagi hamba-Nya. Ketika seorang mukmin menghadapi kesulitan, kekhawatiran, atau keraguan, mengingat bahwa Allah memiliki kendali penuh atas segala sesuatu dapat menjadi penyejuk hati dan penguat tekad.
Lebih lanjut, ayat-ayat ini melanjutkan dengan membahas berbagai aspek kehidupan, termasuk urusan warisan dan penyelesaian perselisihan, sebagaimana tercermin dalam ayat-ayat sebelumnya dalam surah ini. Namun, fokus pada ayat 126-135 mengarahkan perhatian kita pada aspek internal keimanan dan bagaimana hal itu berinteraksi dengan tuntutan dunia. Allah mengingatkan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an untuk menjelaskan segalanya, agar umat manusia tidak tersesat. Ini menunjukkan betapa pentingnya Al-Qur'an sebagai petunjuk hidup.
"Dan mereka meminta fatwa kepadamu (tentang) para wanita, katakanlah: 'Allah memberikan fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur'an (tentang) anak-anak yatim perempuan yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang telah ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang dipandang lemah [1112] dan tentang yatim piatu agar kamu berlaku adil terhadap (anak-anak) yatim. Dan kebajikan apa pun yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui(nya).'" (QS. An-Nisa: 127)
Ayat 127 secara spesifik menyoroti perhatian Islam terhadap kaum lemah, terutama anak-anak yatim dan perempuan. Islam sangat menekankan keadilan dan kepedulian terhadap mereka yang tidak mampu membela diri. Allah memerintahkan untuk berlaku adil, terutama dalam urusan warisan dan pernikahan dengan anak yatim perempuan yang berada dalam perwalian. Ketidakadilan dalam hal ini dapat menimbulkan dampak negatif yang luas bagi individu dan masyarakat. Ayat ini juga menegaskan bahwa setiap perbuatan baik sekecil apa pun akan dicatat dan dibalas oleh Allah.
Kemudian, rentang ayat ini bergeser untuk membahas tentang pertimbangan terhadap diri sendiri dan tanggung jawab pribadi. Allah menyatakan bahwa Dia tidak akan membebani seseorang melampaui kesanggupannya. Ini adalah pengingat yang menenangkan bahwa setiap ujian dan cobaan yang dihadapi seorang mukmin pasti sebanding dengan kemampuannya untuk menghadapinya. Di sinilah letak pentingnya kesabaran dan keyakinan pada pertolongan Allah.
Pada ayat-ayat selanjutnya, Allah kembali menekankan keluasan ilmu dan kekuasaan-Nya. Dia mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa saja yang Dia kehendaki. Penegasan ini harus dipahami dalam konteks rahmat dan keadilan-Nya. Kesadaran akan hal ini mendorong manusia untuk senantiasa memohon ampunan dan bertaubat, serta berusaha keras untuk menjalankan perintah-Nya agar mendapatkan ridha-Nya.
Ayat 134, misalnya, menyerukan: "Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu; dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, niscaya Kami berikan kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." Ayat ini memberikan pilihan kepada manusia: fokus pada keuntungan duniawi atau meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Pilihan ini mencerminkan prioritas hidup seseorang. Bagi seorang mukmin sejati, dunia adalah ladang untuk menanam kebaikan demi panen di akhirat kelak.
Ayat terakhir dalam rentang ini, ayat 135, kembali menegaskan pentingnya keadilan dan konsistensi dalam beriman, bahkan ketika berurusan dengan diri sendiri, keluarga, atau orang terdekat. "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri, atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia orang kaya atau orang miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (urusan) keduanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena menjauhkan diri dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." Ayat ini menuntut integritas moral yang tinggi. Keadilan tidak boleh pandang bulu; ia harus ditegakkan bahkan ketika itu menyulitkan atau tidak menguntungkan secara pribadi. Keberanian untuk bersaksi demi kebenaran, meskipun pahit, adalah ciri utama orang yang bertakwa.
Secara keseluruhan, ayat 126-135 dari Surah An-Nisa adalah pengingat abadi tentang sifat Allah yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Adil. Ayat-ayat ini mendorong kita untuk senantiasa menjaga keimanan, berlaku adil kepada sesama, peduli terhadap kaum lemah, dan fokus pada tujuan akhirat. Dengan merenungi makna ayat-ayat ini, diharapkan hati kita semakin terpaut kepada Allah, dan langkah kita semakin teguh di jalan kebenaran. Ingatlah, setiap tindakan kita, baik yang terlihat maupun tersembunyi, selalu dalam pengetahuan Allah.
Pelajari lebih lanjut tentang tafsir An-Nisa ayat 126-135 untuk pemahaman yang lebih mendalam.